Epistemologi Dakwah (Ilmu Dakwah Islam)

Epistemologi Dakwah (Ilmu Dakwah Islam)
Epistemologi Dakwah (Ilmu Dakwah Islam)
Epistemologi Dakwah (Ilmu Dakwah Islam) - Epistemologi dakwah adalah cabang filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan. Pada dasarnya epistemologi adalah bahasa Yunani dan berasal dari dua kata yaitu, episteme yang berarti pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan logos yang berarti teori, informasi. Dengan demikian dapat dikatakan, pengetahuan tentang pengetahuan atau teori pengetahuan. Dan dakwah secara bahasa, berasal dari padanan kata da’a- yuda’i- du’a’an wa da’watan. Dalam al-Qur’an istilah dakwah disebutkan kurang lebih sebanyak sepuluh kali dengan berbagai arti yang berbeda yaitu: ajakan, seruan, pembuktian dan do’a. Dalam makna sempit, dakwah berarti tugas untuk menyampaikan dan mengajarkan ajaran agama Islam agar nilai-nilai Islam terwujud dalam kehidupan manusia dan mengajak manusia kepada jalan yang diridhoi Allah.

Dari dua pengertian diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa Epistemologi Dakwah adalah kajian filosofis terhadap sumber, metode, esensi, dan validitas (kebenaran ilmu) dakwah. Sumber menjelaskan asal-usul ilmu dakwah, sedangkan metode menguraikan bagaimana cara memperoleh ilmu tersebut dari sumbernya, dan validitas dakwah adalah pengetahuan yang diperoleh dari sumbernya melalui metode ilmiah, dan belum bisa disebut sebagai ilmu apabila belum terujI secara ilmiah atau tidak memiliki validitas ilmiah. Dalam menguji keilmuan ada dua teori yang dapat digunakan untuk menguji validitas suatu disiplin ilmu, yaitu teori koherensi dan teori korespondensi. Teori koherensi menyebutkan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan keputusan baru dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih dahulu. Suatu proposisi dikatakan benar jika ia berhubungan dengan keberanian yang telah ada dalam pengalaman manusia.

Teori korespondensi menyatakan bahwa kebenaran atau keadaan benar itu merupakan kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya atau fakta-faktanya. Kebenaran adalah sesuatu yang bersesuaian dengan fakta, yang selaras dengan realitas, yang sesuai dengan situasi aktual.Dari teori korespondensi dapat diketahui bahwa yang pertama ada pernyataan dan kedua ada kenyataan. Dengan demikian, kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan tentang sesuatu, misalnya di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya ada Progam Studi Psikologi, dan jika kenyataan bahwa di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya ada Progam Studi Psikologi (melalui observasi), maka terdapat kesesuaian antara pernyataan dengan kenyataan. Menrut Aristoteles, teori korespondensi disebut teori penggambaran, yang premisnya berbunyi “kebenaran adalah kesesuaian antara pikiran dengan kenyataan”.

C.    Model-model Epistemologi Islam
Dalam kajian pemikiran Islam terdapat juga beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori pengetahuan (epistemologi). Setidaknya ada tiga model sistem berpikir dalam Islam, yakni: bayani, irfani, dan burhani, yang masing-masing mempunyai pandangan yang sangat berbeda tentang pengetahuan.
1.    Epistemologi Bayani
Adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas otoritas teks(nash), secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan jadi dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran; secara tidak langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran. Meski demikian, hal ini bukan berarti akal atau rasio bisa bebas menentukan makna dan maksudnya, tetapi tetap harus bersandar pada teks.

2.    Epistemologi Irfani
Pengetahuan irfani tidak didasarkan atas teks seperti bayan, tetapi pada kasyf, terungkapnya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Oleh karena itu, pengetahuan irfani tidak diperoleh berdasarkan analisa teks tetapi dengan olah ruhani, dimana dengan kesucian hati, diharapkan Tuhan akan melimpahkan pengetahuan langsung kepadanya. Masuk dalam pikiran, dikonsep kemudian dikemukakan kepada orang lain secara logis. Dengan demikian pengetahuan irfani setdaknya diperoleh melalui tiga tahapan:
Ø  Tahap persiapan
Ø  Tahap penerimaan
Ø  Tahap pengungkapan, dengan lisan atau tulisan

3.    Epistemologi Burhani
Berbeda dengan bayani dan irfani yang masih berkaitan dengan teks suci, burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks. Burhani mendasarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika.

Perbedaan ketiga epistemologi Islam ini adalah bayani menghasilkan pengetahuan lewat analogi furu’ dan pengetahuan bayani didasarkan atas teks suci; irfani menghasilkan pengetahuan lewat proses penyatuan ruhani pada Tuhan (intuisi); burhani menghasilkan pengetahuan lewat prinsip-prinsip logika atas pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya (rasio). Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk bayani, karena hanya mendasarkan diri pada teks, ia menjadi terfokus pada hal-hal yang bersifat aksidental bukan substansial, sehingga kurang bisa dinamis mengikuti perkembangan sejarah dan sosial masyarakat yang begitu cepat. Pada kenyataannya, pemikiran Islam pada saat ini masih banyak yang didominasi oleh pemikiran bayani fiqhiyah yang kurang bisa merespon dan mengimbangi perkembangan peradaban dunia. Dan burhani tidak mampu mengungkap seluruh kebenaran dan realitas yang mendasari semesta. Misalnya burhani tidak mampu menjelaskan seluruh eksistensi diluar pikiran seperti soal warna, bau, rasa, atau bayangan.

Jadi ketiga hal tersebut harus disatukan dalam sebuah pemahaman. Maksudnya ketiga model tersebut diikat dalam sebuah jalinan kerjasama untuk saling mendukung dan mengisi kekurangan masing-masing. Sehingga terciptalah Islam yang “Shalih li Kulli Zaman wa Makan”, Islam yang aktual dan kontekstual dalam semua tingkat peradaban.
Epistemologi Dakwah (Ilmu Dakwah Islam)

0 Response to "Epistemologi Dakwah (Ilmu Dakwah Islam)"

Post a Comment